JAKARTA, KOMPAS.com - Selama sepuluh tahun, pelayanan publik bidang kesehatan tidak menunjukan perbaikan berarti. Hingga saat ini, masih terjadi disparitas dalam pembangunan kesehatan.
Hal itu terungkap dalam seminar dua bahasa Pemerataan Pelayanan Kesehatan di Indonesia, Selasa (26/1). Seminar itu diselenggarakan, Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Jaringan Penelitian Mengenai Pemerataan Kesehatan di Asia Pasific (Asia Network for Capacity Building in Health System Strenghtening).
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebudayaan Bappenas, Nina Sardjunani mengakui, pemerataan belum tercapai. Oleh karena itu, dari sejumlah indikator dasar kesehatan seperti angka kematian bayi masih terlihat jurang lebar antar daerah.
Di Yogyakarta misalnya, untuk angka kematian bayi paling rendah. Sebaliknya di Sulawesi Barat, ujarnya. Dari angka kematian bayi juga tercermin ketimpangan pendidikan, ekonomi dan gender. Dia mengatakan, angka kematian bayi sekitar 30 persen lebih besar terjadi pada perempuan yang berpendidikan rendah. Akses masyarakat miskin kepada pendidikan tinggi juga terbatas.
Disparitas pelayanan kesehatan di bidang tenaga kesehatan terlihat dalam penelitian anggota tim Departemen Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Elan Satriawan mengatakan, untuk tenaga dokter, di daerah perkotaan 36,18 per 100.000 penduduk pada tahun 2006. Sedangkan, di pedesaan 5.95 per 100.000 penduduk.
"Jika dibandingkan dengan data tahun 1996, di pedesaan memang terdapat pertumbuhan jumlah dokter sekitar 10,6 persen sedangkan di perkotaan malah minus 10,1 persen. Tetapi, setelah sepuluh tahun pembangunan kesehatan, disparitas itu masih tajam," ujarnya.
Dengan kenyataan tersebut, Nina mengatakan, pemerataan pelayanan kesehatan menjadi isu pembangunan. Agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 misalnya membagi sektor dan wilayah menjadi tujuh kluster wilayah.
Struktur anggaran di Kementerian Kesehatan juga berubah. Persentase untuk program terkait upaya promotif dan preventif terus ditingkatkan. Salah satunya dengan memberikan Bantuan Operasional Kesehatan kepada Puskesmas yang merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan komunitas.
Anggaran Kesehatan khusus untuk Kementerian Kesehatan selama lima tahun (2010-2014) diproyeksikan sebesar Rp 141 triliun dengan persentase program kuratif 50,8 persen dan preventif promotif sebesar 49,2 persen. Peningkatan untuk program promotuif dan preventif itu lebih besar dari sebelumnya yang biasanya persentasenya hanya sekitar 30 persen.
Hal itu terungkap dalam seminar dua bahasa Pemerataan Pelayanan Kesehatan di Indonesia, Selasa (26/1). Seminar itu diselenggarakan, Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Jaringan Penelitian Mengenai Pemerataan Kesehatan di Asia Pasific (Asia Network for Capacity Building in Health System Strenghtening).
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dan Kebudayaan Bappenas, Nina Sardjunani mengakui, pemerataan belum tercapai. Oleh karena itu, dari sejumlah indikator dasar kesehatan seperti angka kematian bayi masih terlihat jurang lebar antar daerah.
Di Yogyakarta misalnya, untuk angka kematian bayi paling rendah. Sebaliknya di Sulawesi Barat, ujarnya. Dari angka kematian bayi juga tercermin ketimpangan pendidikan, ekonomi dan gender. Dia mengatakan, angka kematian bayi sekitar 30 persen lebih besar terjadi pada perempuan yang berpendidikan rendah. Akses masyarakat miskin kepada pendidikan tinggi juga terbatas.
Disparitas pelayanan kesehatan di bidang tenaga kesehatan terlihat dalam penelitian anggota tim Departemen Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Elan Satriawan mengatakan, untuk tenaga dokter, di daerah perkotaan 36,18 per 100.000 penduduk pada tahun 2006. Sedangkan, di pedesaan 5.95 per 100.000 penduduk.
"Jika dibandingkan dengan data tahun 1996, di pedesaan memang terdapat pertumbuhan jumlah dokter sekitar 10,6 persen sedangkan di perkotaan malah minus 10,1 persen. Tetapi, setelah sepuluh tahun pembangunan kesehatan, disparitas itu masih tajam," ujarnya.
Dengan kenyataan tersebut, Nina mengatakan, pemerataan pelayanan kesehatan menjadi isu pembangunan. Agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 misalnya membagi sektor dan wilayah menjadi tujuh kluster wilayah.
Struktur anggaran di Kementerian Kesehatan juga berubah. Persentase untuk program terkait upaya promotif dan preventif terus ditingkatkan. Salah satunya dengan memberikan Bantuan Operasional Kesehatan kepada Puskesmas yang merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan komunitas.
Anggaran Kesehatan khusus untuk Kementerian Kesehatan selama lima tahun (2010-2014) diproyeksikan sebesar Rp 141 triliun dengan persentase program kuratif 50,8 persen dan preventif promotif sebesar 49,2 persen. Peningkatan untuk program promotuif dan preventif itu lebih besar dari sebelumnya yang biasanya persentasenya hanya sekitar 30 persen.
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Post a Comment
Terima kasih, komentar anda sangat berarti bagi Blogputrasekarbali. Isi pendapat anda tentang blog ini di Testimoni.